Sabtu, 20 Oktober 2012

LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH



LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH

A.    PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk hidup yang sempurna, itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari kita. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk lainnya. Sebagai ciptaan-Nya yang sempurna manusia dibekali akal dan pikiran untuk bisa dikembangkan berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan pengetahuan tapi hanya sebatas untuk mempertahankan dirinya.  
Suhartono ( 2005: 1) Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Induksi dan deduksi merupakan inti dari penalaran logika empiris. Kegiatan Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kerena manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak maka tidak heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dengan makhluk hidup lainnya. Sebab manusia memang mempunyai ciri yang istimewa yaitu mempunyai kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya.
Sebagai satu kegiatan berpikir maka penalaran itu memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya pola berpikir secara luas yang dapat disebut logika. Di sini dapat dikatakan bahwa dalam setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri atau dapat disimpulkan juga bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Dalam lingkup ini berpikir logis harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau kaidah tertentu atau menurut logika tertentu. Berpikir logis pada dasarnya mempunyai banyak konotasi yang bersifat jamak dan tidak tunggal. Artinya suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis jika ditinjau dari suatu logika tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut pandang logika yang lain. Hal ini lah yang menimbulkan gejala yang disebut kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan kita dalam menggunakan pola berpikir tertentu.
Kedua, bersifat analitik dari proses berpikirnya, artinya penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipakai sebagai pijakan analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Atau lebih jelasnya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang menggunakan logika ilmiah. Analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Berpikir atau kegiatan berpikir tidak semuanya didasarkan diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analsis. Oleh karena itu kita dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut penalaran dan mana yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir menurut penalaran yaitu berpikir yang menggunakan dasar logika dan analisis sedangkan berpikir tanpa menggunakan penalaran seperti penggunaan perasaan untuk menarik sebuah kesimpulan kemudian penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah. Intuisi adalah merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
Di samping itu masih terdapat bentuk lain dalam usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yakni dari wahyu. Jika ditinjau dari hakekat usaha mendapat ilmu, maka dalam rangka menemukan sebuah kebenaran dapat dibedakan menjadi dua jenis dalam mendapatkan pengetahuan. Yang pertama adalah pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik melalui penalaran maupun lewat kegiatan lain seperti parasaan dan intuisi. Dipihak lain terdapat bentuk pengetahuan yang kedua, yang bukan merupakan kebenaran yang didapat sebagai hasil usaha aktif manusia. Dalam hal ini maka pengetahuan yang didapat itu bukan berupa kesimpulan sebagai produk dari usaha aktif manusia dalam menemukan kebenaran, melainkan berupa pengetahuan yang diwartakan atau diberitakan. Misalnya, wahyu yang diberitakan atau disampaikan oleh Tuhan lewat malaikat-malaikat dan nabi-nabiNya. Sehingga dapat dikatakan manusia dalam menemukan kebenaran ini bersifat pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang kemudian dipercaya atau tidak dipercaya, berdasarkan masing-masing kenyakinannya. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai:
1.      Definisi berpikir ilmiah?
2.      Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah.
3.      Logika dalam berpikir ilmiah.

1.      BERPIKIR ILMIAH
Berfikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science)  dengan pengetahuan (knowledge), antara lain : Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudiro, (1982) Ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas. Menurut Prof.DR.Hadari Nawawi, (1985) ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah.  Menurut Prof. Mulder, berpikir ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabsahir pokok persoalan, bertanya terus sampai batas terakhir yang beralasan dan berelasi (sistem).
2.      BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH.
Keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berfikir manusia mempergunakan simbol. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah manusia layak disebut sebagai makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas dunia baginya.

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat: bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit. Suhartono (2005:47) manusia dapat berpikir dengan baik bahkan secara abstrak karena kemampuannya berbahasa. Berkat bahasa manusia dapat berpikir secara berlanjut, teratur, dam sistematis. Seperti yang sudah diungkapkan di atas bahasa pada dasarnya mempunyai tiga fungsi, yakni sebagai fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Dalam komunikasi keilmuan, fungsi simboliklah yang perlu diusahakan menonjol, antara lain lewat penggunaan istilah yang khas dan spesifik maknanya, dan gayanya yang ringkas dan jelas.

Bahasa sebagai sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana, 2005:3). Di sini jelas bahwa peran bahasa dalam kehidupan sangatlah penting peranannya dalam kehidupan baik yang sifatnya individu maupun kelompok. Berkaitan dengan kegiatan berpikir ilmiah bahasa merupakan salah satu sarana untuk berpikir ilmiah selain logika, matematika, dan statistika. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah atau secara sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan ia bukan merupakan ilmu itu sendiri.

Kenapa bahasa merupakan salah satu sarana untuk berpikir ilmiah? Karena bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Jika dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.

Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuan bahasanya seperti yang sudah disinggung di atas Ernst Cassirer menyebut manusia sebagai ”Animal Symbolicum” makhluk yang mempergunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada homo sapiens yakni makhluk berpikir, sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia mempergunakan simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut, tanpa kemampuan berbahasa ini maka manusia tidak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa maka hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu ke generasi yang selanjutnya. Bahkan lebih keras Aldous Huxley menyatakan ”tanpa bahasa manusia tak berbeda dengan anjing dan monyet”.


3.      LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.



Macam-macam logika:

* Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. 

* Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.


Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:

a.      Penalaran deduktif (rasionalisme)
Penalaran Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang  bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan induksi. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor. Sedengkan kesimpulan diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut. Misalnya: Misalnya; (1) Semua kendaraan bermesin menggunakan bahan bakar bensin. (2) motor adalah kendaraan bermesin. Jadi dapat disimpulkan ”motor juga menggunakan bahan bakar bensin. Kesimpulan yang diambil dalam penalaran deduktif ini hanya benar, bila kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik kesimpulannya juga benar. Jika salah satu saja dari ketiga hal ini salah berarti kesimpulan yang diambil juga tidak benar.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis dan kritis, serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambar laun manusia berusaha menjawad masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Faham yang mendasarkan rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut faham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.
b.      Penalaran induktif (empirisme)
Penganut  empirme mengembangkan pengetauan bedasarkan pengalaman konkrit. Mereka menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Penganut ini menyusun pengetauan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang  bersifat umum. Misalnya; dari pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah panjang) dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah panjang.

c.       Analogi
Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.

d.      Komparasi
Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.

e.       Kegunaan logika 
1)      Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2)      Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3)      Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 
4)      Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis









SIMPULAN
Berdasarkan dari uraian-uraian mengenai logika dalam berpikir ilmiah di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam sebuah proses berpikir ilmiah atau menarik sebuah kesimpulan harus dilandasi oleh logika. Disebut logika bilamana logika secara luas dapat definisikan sebagai ”pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Penarikan kesimpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan logika deduktif dan logika induktif. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah juga sangat berperan penting dalam melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena dengan bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.










DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan. 2005. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Jogjkarta: Ar Ruzz Media
Suhartono, Suparlan. 2004. Dasar-Dasar Filsafat. Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Margono, dkk. 1994. Ilmu Alamiah Dasar. Surakarta: UNS Press

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus