LOGIKA
DALAM BERPIKIR ILMIAH
A. PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk hidup yang sempurna, itulah ungkapan yang sering kita dengar
dalam kehidupan sehari-hari kita. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling
sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk lainnya. Sebagai
ciptaan-Nya yang sempurna manusia dibekali akal dan pikiran untuk bisa
dikembangkan berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan pengetahuan tapi
hanya sebatas untuk mempertahankan dirinya.
Suhartono
( 2005: 1) Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis
dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai
bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia
bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena
kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Induksi dan deduksi merupakan inti dari penalaran logika
empiris. Kegiatan Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kerena manusia pada hakekatnya
merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak maka tidak
heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dengan makhluk hidup
lainnya. Sebab manusia memang mempunyai ciri yang istimewa yaitu mempunyai
kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya.
Sebagai satu kegiatan berpikir maka penalaran itu
memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya pola berpikir
secara luas yang dapat disebut logika. Di sini dapat dikatakan bahwa dalam
setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri atau dapat disimpulkan
juga bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Dalam lingkup ini berpikir logis harus
diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau kaidah tertentu
atau menurut logika tertentu.
Berpikir logis pada dasarnya mempunyai banyak konotasi yang bersifat jamak dan
tidak tunggal. Artinya suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis jika ditinjau
dari suatu logika tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut
pandang logika yang lain. Hal ini lah yang menimbulkan gejala yang disebut
kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan kita dalam
menggunakan pola berpikir tertentu.
Kedua, bersifat analitik dari proses berpikirnya, artinya
penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu
analisis dan kerangka berpikir yang dipakai sebagai pijakan analisis tersebut
adalah logika penalaran yang bersangkutan. Atau lebih jelasnya penalaran ilmiah
merupakan suatu kegiatan analisis yang menggunakan logika ilmiah. Analisis pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu.
Berpikir atau kegiatan berpikir tidak semuanya didasarkan
diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa dikatakan bahwa
tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analsis. Oleh karena itu kita
dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut penalaran dan mana
yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir menurut penalaran yaitu
berpikir yang menggunakan dasar logika dan analisis sedangkan berpikir tanpa
menggunakan penalaran seperti penggunaan perasaan untuk menarik sebuah
kesimpulan kemudian penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah.
Intuisi adalah merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak
mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
Di samping itu masih terdapat bentuk lain dalam usaha
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yakni dari wahyu. Jika ditinjau dari hakekat usaha mendapat ilmu, maka dalam
rangka menemukan sebuah kebenaran dapat dibedakan menjadi dua jenis dalam
mendapatkan pengetahuan. Yang pertama adalah pengetahuan yang didapatkan
sebagai hasil usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik melalui
penalaran maupun lewat kegiatan lain seperti parasaan dan intuisi. Dipihak lain
terdapat bentuk pengetahuan yang kedua, yang bukan merupakan kebenaran yang
didapat sebagai hasil usaha aktif manusia. Dalam hal ini maka pengetahuan yang
didapat itu bukan berupa kesimpulan sebagai produk dari usaha aktif manusia
dalam menemukan kebenaran, melainkan berupa pengetahuan yang diwartakan atau
diberitakan. Misalnya, wahyu yang
diberitakan atau disampaikan oleh Tuhan lewat malaikat-malaikat dan
nabi-nabiNya. Sehingga dapat dikatakan manusia dalam menemukan kebenaran ini
bersifat pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang kemudian dipercaya
atau tidak dipercaya, berdasarkan masing-masing kenyakinannya. Dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai:
1.
Definisi
berpikir ilmiah?
2. Bahasa
sebagai sarana berpikir ilmiah.
3.
Logika
dalam berpikir ilmiah.
1.
BERPIKIR ILMIAH
Berfikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan
kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses
kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan atau
generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya
hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan
gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang
membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu terdapat
syarat-syarat yang membedakan ilmu (science) dengan pengetahuan
(knowledge), antara lain : Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudiro, (1982) Ilmu
harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya
yang khas. Menurut Prof.DR.Hadari Nawawi, (1985) ilmu juga harus memiliki
objek, metode, sistematika dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini,
manusia akan menampilkan berbagai alat
untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang
berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang
dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat
ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak
semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah. Menurut Prof. Mulder, berpikir ilmiah itu
mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabsahir pokok persoalan,
bertanya terus sampai batas terakhir yang beralasan dan berelasi (sistem).
2. BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR
ILMIAH.
Keunikan
manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada
kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang
mempergunakan simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih
luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berfikir manusia
mempergunakan simbol. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa
bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi,
dan apakah manusia layak disebut sebagai makhluk sosial? Sebagai sarana
komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa,
seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata
lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan
kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan kemampuan
kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas
dunia baginya.
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa
disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang
ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat:
bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit. Suhartono
(2005:47) manusia dapat berpikir dengan baik bahkan secara abstrak karena
kemampuannya berbahasa. Berkat bahasa manusia dapat berpikir secara berlanjut,
teratur, dam sistematis. Seperti yang sudah diungkapkan di atas bahasa pada
dasarnya mempunyai tiga fungsi, yakni sebagai fungsi simbolik, emotif, dan
afektif. Dalam komunikasi keilmuan, fungsi simboliklah yang perlu diusahakan
menonjol, antara lain lewat penggunaan istilah yang khas dan spesifik maknanya,
dan gayanya yang ringkas dan jelas.
Bahasa
sebagai sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota
kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana, 2005:3). Di sini jelas bahwa peran
bahasa dalam kehidupan sangatlah penting peranannya dalam kehidupan baik yang
sifatnya individu maupun kelompok. Berkaitan dengan kegiatan berpikir ilmiah
bahasa merupakan salah satu sarana untuk berpikir ilmiah selain logika,
matematika, dan statistika. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan
metode ilmiah atau secara sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah dan ia bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Kenapa bahasa merupakan salah satu
sarana untuk berpikir ilmiah? Karena bahasa merupakan alat komunikasi verbal
yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain. Jika dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan
gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka
penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika
induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif ini
sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses
pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian
ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau
menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus
didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu
langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan
masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah
tersebut.
Keunikan
manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan
terletak pada kemampuan bahasanya seperti yang sudah disinggung di atas Ernst
Cassirer menyebut manusia sebagai ”Animal Symbolicum” makhluk yang
mempergunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas
dari pada homo sapiens yakni makhluk berpikir, sebab dalam kegiatan berpikirnya
manusia mempergunakan simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka
kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.
Lebih lanjut, tanpa kemampuan berbahasa ini maka manusia tidak mungkin
mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa maka hilang pulalah
kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu ke
generasi yang selanjutnya. Bahkan lebih keras Aldous Huxley menyatakan ”tanpa
bahasa manusia tak berbeda dengan anjing dan monyet”.
3.
LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica
scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk
berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan
rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi
untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan
tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1
sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias
(sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali
menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita.
Macam-macam logika:
* Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara
tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
* Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika
ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam
setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat
bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika
ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan
pengetahuan baru yang benar:
a. Penalaran deduktif
(rasionalisme)
Penalaran
Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat
umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan
berfikir yang berlawanan dengan induksi. Penarikan kesimpulan secara deduktif
ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri atas dua
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan
premis minor. Sedengkan kesimpulan diperoleh dengan penalaran deduktif dari
kedua premis tersebut. Misalnya: Misalnya; (1) Semua kendaraan
bermesin menggunakan bahan bakar bensin. (2) motor adalah kendaraan bermesin. Jadi dapat disimpulkan ”motor juga
menggunakan bahan bakar bensin. Kesimpulan yang diambil dalam penalaran
deduktif ini hanya benar, bila kedua premis yang digunakan benar dan cara
menarik kesimpulannya juga benar. Jika salah satu saja dari ketiga hal ini
salah berarti kesimpulan yang diambil juga tidak benar.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir
logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis dan kritis,
serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambar laun manusia
berusaha menjawad masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara
irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya
pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Faham yang mendasarkan
rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut faham rasionalisme. Dalam menyusun
pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.
b. Penalaran
induktif (empirisme)
Penganut empirme mengembangkan
pengetauan bedasarkan pengalaman konkrit. Mereka menganggap bahwa pengetahuan
yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Penganut
ini menyusun pengetauan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif
adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pengamatan
atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari
kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Misalnya; dari pengamatan atas logam besi,
tembaga, alumunium dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah
panjang) dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika
dipanaskan akan bertambah panjang.
c. Analogi
Analogi adalah
cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah
diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung,
tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan
keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.
d. Komparasi
Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan
sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama
dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan
pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.
e. Kegunaan logika
1)
Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk
berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2) Meningkatkan
kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3) Menambah kecerdasan
dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4)
Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas sistematis
SIMPULAN
Berdasarkan dari uraian-uraian mengenai logika dalam
berpikir ilmiah di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam sebuah proses berpikir
ilmiah atau menarik sebuah kesimpulan harus dilandasi oleh logika. Disebut
logika bilamana logika secara luas dapat definisikan sebagai ”pengkajian untuk
berpikir secara sahih”. Penarikan kesimpulan dalam berpikir ilmiah dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan logika deduktif dan logika induktif.
Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah juga sangat berperan penting dalam
melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena dengan bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa
merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir
secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan. 2005. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Jogjkarta: Ar
Ruzz Media
Suhartono, Suparlan. 2004. Dasar-Dasar Filsafat. Jogjakarta:
Ar Ruzz Media
Margono, dkk. 1994.
Ilmu Alamiah Dasar. Surakarta: UNS Press
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)